daerah doro pelabuhan pekalongan tempo dulu
Pekalongan Masa Abad XII – XIV Masehi
Pertumbuhan penduduk dan pemukiman
mengikuti proses perkembangan dari lingkungan
alam yang berubah-ubah. Diketahui bahwa
Pekalongan pada abad ke XI Masehi sudah dikenal
sebagai kota pelabuhan yang disebut
Poe-Chue-Lang. Dan letak pelabuhan yang ada di
Doro atau Jou-tung (bahasa Cina yang artinya
lembah) sama dengan Doro yang artinya lembah
dalam bahasa Sansekerta. Sejarah Pekalongan
pada masa abad XI hingga abad XIV Masehi hampir dapat dikatakan gelap, tak ada sumber-
sumber yang dapat dijadikan petunjuk untuk
mengetahui perkembangan budaya masyarakat
Pekalongan. Berita Cina tentang Che-Poe (Jawa)
pada masa peralihan dari Dinasti T’ang ke
Dinasti Sung tahun 960 – 1279 tak banyak menceritakan secara rinci tentang kota-kota
pelabuhan di Jawa yang berhubungan dengan
perniagaan dan pemerintahan kerajaan yang di
seberang. Kronik tempatan satu-satunya yang
berhubungan dengan kerajaan di Pekalongan
pada abad XI kita peroleh dari naskah sunda dalam Cariosan Prabu Siliwangi. Naskah tersebut
menyebutkan bahwa pada tahun 1133 dan 1533
raja-raja dari Kerajaan Pajajaran telah
mengadakan hubungan persekutuan dengan raja
Ponggang, Singapura, Sumedang, Kawali, Panjalu,
Pekalongan dan Blambangan. Nama Pekalongan telah memberikan petunjuk
adanya suatu pemerintahan kerajaan meskipun
kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan Ponggang,
Singapura, Sumedang, semuanya berada di Jawa
Barat (Sunda). Kecuali Panjalu, Blambangan dan
Pekalongan yang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada abad XI kerajaan yang dapat
dikatakan berkembang hingga menguasai pantai
Jawa adalah Panjalu yang berkuasa pada tahun
1178 dan Jenggala (Blambangan). Berkat
kemenangan Raja Jayabaya, Kerajaan Panjalu
dapat dipersatukan kembali. Kerajaan Sunda yang berdiri pada abad XI Masehi dan telah
mengadakan persekutuan dengan raja Jawa
Tengah seperti kerajaan Pekalongan dan Panjalu
di Jawa Timur adalah kerajaan Galuh Pajajaran,
yang berada di sekitar Ciamis dan Majalengka.
Raja Sunda Pajajaran yang hidup pada masa abad XI sejaman dengan Panjalu di Jawa Timur adalah
Raja Bingba Sora. Raja tersebut berkuasa sebelum
pemerintahan Raja Wastu Kencana, neneknda
Prabu Siliwangi. Nama Bingba Sora yang
diperdewakan sebagai raja Pertapa dalam
prasasti Kawali Nomor 4 disebut “Sang Hyang Lingga Bingba” atau Sang Hyang Lingga Hyang
(prasasti Kawali Nomor 5). Frederick dan Pleyth
yang membaca isi prasasti tersebut tidak
menemukan angka tahun pembuatan. Namun ia
mengatakan bahwa bahwa Sang Hyang Lingga
Hyang adalah simbol keagamaan mereka sebagai raja penganut Hindu-Budha Tantrayana
yang diperdewakan sebagai Dewata. Raja Bingba
yang menjelang akhir hayatnya menjadi pertapa
dan meninggalkan putra yaitu Arya Banga dan
Ciung Wanara telah menguasai sebagian dari
wilayah Jawa Tengah sebelah selatan-barat. Kisah Arya Banga dan Ciung Wanara sangat
dikenal oleh masyarakat Sunda maupun Jawa
Tengah. Yang perlu dipertanyakan di mana letak
kerajaan Pekalongan dan siapa raja yang
memerintah Pekalongan pada tahun 1133 Masehi.
Tak ada sumber informasi yang lebih akurat mengenai sejarah Pekalongan pada masa abad
XII Masehi kecuali dari naskah sunda tersebut di
atas. Namun melihat dari struktur masyarakat
yang melukiskan situasi masa Pekalongan kuno
sejak awal masa pra sejarah hingga masa
Mataram Kuno Jawa Tengah menunjukkan pusat- pusat pemerintahan kerajaan berada di wilayah
selatan di tepian pantai kuno Pekalongan. Sesuai
dengan perkembangan geomorfologi sebelum
terjadinya sedimentasi pemukiman dan kegiatan
masyarakat budaya Pekalongan berada di
selatan yang ditengarai sebagai pelabuhan. Di wilayah Doro, Kajen, Linggoasri, Kesesi,
Wonopringgo, adalah tempat bekas pemukiman
kuno yang meninggalkan artefak dan memiliki
indikasi dengan kehidupan masyarakat
Pekalongan kuno. Nama-nama yang memiliki
kaitan dengan bahasa Jawa Kuno, Melayu Kuno dan Sansekerta telah menunjukkan adanya
masyarakat yang dahulunya memiliki tradisi
yang kaitannya dengan tempat pemukiman masa
lalu.
Selain Doro yang pada masa Pekalongan kuno
memiliki indikasi sebagai pelabuhan kuno kerajaan Pekalongan pada tahun 1133 yang
disebutkan dalam naskah Cariosan Siliwangi
dimungkinkan terletak di wilayah Kajen. Nama
Kajen memiliki konotasi dari dua bahasa yaitu
bahasa Jawa Kuno dan Jawa Baru pada periode
abad XVI (Mataram Islam). Kajen dari asal kata Kahaji yang artinya milik raja atau boleh disebut
milik keluarga raja. Pada bahasa Jawa baru Kajen
memiliki kata sifat yang berarti aji (berharga)
terhormat. Kemudian mendapat tambahan en
yang menunjukkan sangat berharga atau sangat
terhormat. Jadi di dalam uraian yang lebih luas dapat dikatakan bahwa tanah (wilayah Kajen)
karena dahulunya sebagai tempat pemukiman
raja merupakan wilayah yang dijunjung tinggi
atau dihormati.
Barangkali sangat tepat apa yang dikatakan oleh
seorang narasumber bapak Suraji, ketika dimintai keterangan oleh pemerintah kabupaten
Pekalongan menunjuk Kajen sebagai pusat
pemerintahan kabupaten Pekalongan yang baru.
Sekarang ini Kajen kembali menjadi pusat
pemerintahan kabupaten Pekalongan yang sudah
1200 tahun sebelumnya pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Pekalongan.
sumber : http://www.persip.net/2012/01/daerah-doro-pelabuhan-pekalongan-tempo.html
Pertumbuhan penduduk dan pemukiman
mengikuti proses perkembangan dari lingkungan
alam yang berubah-ubah. Diketahui bahwa
Pekalongan pada abad ke XI Masehi sudah dikenal
sebagai kota pelabuhan yang disebut
Poe-Chue-Lang. Dan letak pelabuhan yang ada di
Doro atau Jou-tung (bahasa Cina yang artinya
lembah) sama dengan Doro yang artinya lembah
dalam bahasa Sansekerta. Sejarah Pekalongan
pada masa abad XI hingga abad XIV Masehi hampir dapat dikatakan gelap, tak ada sumber-
sumber yang dapat dijadikan petunjuk untuk
mengetahui perkembangan budaya masyarakat
Pekalongan. Berita Cina tentang Che-Poe (Jawa)
pada masa peralihan dari Dinasti T’ang ke
Dinasti Sung tahun 960 – 1279 tak banyak menceritakan secara rinci tentang kota-kota
pelabuhan di Jawa yang berhubungan dengan
perniagaan dan pemerintahan kerajaan yang di
seberang. Kronik tempatan satu-satunya yang
berhubungan dengan kerajaan di Pekalongan
pada abad XI kita peroleh dari naskah sunda dalam Cariosan Prabu Siliwangi. Naskah tersebut
menyebutkan bahwa pada tahun 1133 dan 1533
raja-raja dari Kerajaan Pajajaran telah
mengadakan hubungan persekutuan dengan raja
Ponggang, Singapura, Sumedang, Kawali, Panjalu,
Pekalongan dan Blambangan. Nama Pekalongan telah memberikan petunjuk
adanya suatu pemerintahan kerajaan meskipun
kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan Ponggang,
Singapura, Sumedang, semuanya berada di Jawa
Barat (Sunda). Kecuali Panjalu, Blambangan dan
Pekalongan yang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada abad XI kerajaan yang dapat
dikatakan berkembang hingga menguasai pantai
Jawa adalah Panjalu yang berkuasa pada tahun
1178 dan Jenggala (Blambangan). Berkat
kemenangan Raja Jayabaya, Kerajaan Panjalu
dapat dipersatukan kembali. Kerajaan Sunda yang berdiri pada abad XI Masehi dan telah
mengadakan persekutuan dengan raja Jawa
Tengah seperti kerajaan Pekalongan dan Panjalu
di Jawa Timur adalah kerajaan Galuh Pajajaran,
yang berada di sekitar Ciamis dan Majalengka.
Raja Sunda Pajajaran yang hidup pada masa abad XI sejaman dengan Panjalu di Jawa Timur adalah
Raja Bingba Sora. Raja tersebut berkuasa sebelum
pemerintahan Raja Wastu Kencana, neneknda
Prabu Siliwangi. Nama Bingba Sora yang
diperdewakan sebagai raja Pertapa dalam
prasasti Kawali Nomor 4 disebut “Sang Hyang Lingga Bingba” atau Sang Hyang Lingga Hyang
(prasasti Kawali Nomor 5). Frederick dan Pleyth
yang membaca isi prasasti tersebut tidak
menemukan angka tahun pembuatan. Namun ia
mengatakan bahwa bahwa Sang Hyang Lingga
Hyang adalah simbol keagamaan mereka sebagai raja penganut Hindu-Budha Tantrayana
yang diperdewakan sebagai Dewata. Raja Bingba
yang menjelang akhir hayatnya menjadi pertapa
dan meninggalkan putra yaitu Arya Banga dan
Ciung Wanara telah menguasai sebagian dari
wilayah Jawa Tengah sebelah selatan-barat. Kisah Arya Banga dan Ciung Wanara sangat
dikenal oleh masyarakat Sunda maupun Jawa
Tengah. Yang perlu dipertanyakan di mana letak
kerajaan Pekalongan dan siapa raja yang
memerintah Pekalongan pada tahun 1133 Masehi.
Tak ada sumber informasi yang lebih akurat mengenai sejarah Pekalongan pada masa abad
XII Masehi kecuali dari naskah sunda tersebut di
atas. Namun melihat dari struktur masyarakat
yang melukiskan situasi masa Pekalongan kuno
sejak awal masa pra sejarah hingga masa
Mataram Kuno Jawa Tengah menunjukkan pusat- pusat pemerintahan kerajaan berada di wilayah
selatan di tepian pantai kuno Pekalongan. Sesuai
dengan perkembangan geomorfologi sebelum
terjadinya sedimentasi pemukiman dan kegiatan
masyarakat budaya Pekalongan berada di
selatan yang ditengarai sebagai pelabuhan. Di wilayah Doro, Kajen, Linggoasri, Kesesi,
Wonopringgo, adalah tempat bekas pemukiman
kuno yang meninggalkan artefak dan memiliki
indikasi dengan kehidupan masyarakat
Pekalongan kuno. Nama-nama yang memiliki
kaitan dengan bahasa Jawa Kuno, Melayu Kuno dan Sansekerta telah menunjukkan adanya
masyarakat yang dahulunya memiliki tradisi
yang kaitannya dengan tempat pemukiman masa
lalu.
Selain Doro yang pada masa Pekalongan kuno
memiliki indikasi sebagai pelabuhan kuno kerajaan Pekalongan pada tahun 1133 yang
disebutkan dalam naskah Cariosan Siliwangi
dimungkinkan terletak di wilayah Kajen. Nama
Kajen memiliki konotasi dari dua bahasa yaitu
bahasa Jawa Kuno dan Jawa Baru pada periode
abad XVI (Mataram Islam). Kajen dari asal kata Kahaji yang artinya milik raja atau boleh disebut
milik keluarga raja. Pada bahasa Jawa baru Kajen
memiliki kata sifat yang berarti aji (berharga)
terhormat. Kemudian mendapat tambahan en
yang menunjukkan sangat berharga atau sangat
terhormat. Jadi di dalam uraian yang lebih luas dapat dikatakan bahwa tanah (wilayah Kajen)
karena dahulunya sebagai tempat pemukiman
raja merupakan wilayah yang dijunjung tinggi
atau dihormati.
Barangkali sangat tepat apa yang dikatakan oleh
seorang narasumber bapak Suraji, ketika dimintai keterangan oleh pemerintah kabupaten
Pekalongan menunjuk Kajen sebagai pusat
pemerintahan kabupaten Pekalongan yang baru.
Sekarang ini Kajen kembali menjadi pusat
pemerintahan kabupaten Pekalongan yang sudah
1200 tahun sebelumnya pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Pekalongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar