Minggu, 17 November 2013

Pesugihan Dewi Lanjar Pantai Utara

Pesugihan Dewi Lanjar Pantai Utara


Untuk berinteraksi dengan Dewi Lanjar tidaklah sulit. Asalkan semua persyaratan sudah terpenuhi, hanya dengan membaca surat Al-ikhlash 41 kali sebagai mahar, lalu tidur malang di pintu, dengan keyakinan penuh pada tengah malam akan didatangi Nyi Lanjar untuk memberikan pinjaman dana gaibnya Dewi Lanjar.
Setelah perjanjian “maut” disepakati, peziarah akan memperoleh kekayaan “semu” dari hasil ritual “pesugihan” penggandaan uang yang bernama pesugihan Dewi Lanjar Kembar Sewu dengan taruhan mengorbankan nyawanya sendiri atau anggota keluarganya.

Biasanya orang yang sudah habis masa jatuh temponya, pada pintu rumahnya secara misterius akan muncul tanda silang (X) yang di barengi dengan adanya suara lolongan anjing liar dan burung gagak yang terbang diatas rumahnya. Di daerah Banjarnegara, Batang, Pekalongan hingga Tegal, sudah banyak orang yang memergoki fenomena aneh tersebut. Yaitu selalu muncul sebuah kereta kuda dengan dua pengawal berpakaian ningrat khas jawa berhenti dan turun memasuki rumah yang bertanda silang. Esok paginya salah satu penghuni dari rumah tersebut sudah kedapatan mati secara tidak wajar (tanpa sakit atau secara mendadak)

Konon, menurut penuturan orang-orang yang pernah “di ajak” ke alam atau keraton Dewi Lanjar untuk sengaja di perlihatkan situasi alamnya, apabila perjanjian sudah habis masa waktunya, jiwanya akan di ambil oleh pengawal nyi Lanjar untuk dijadikan budak siluman. Di sana, orang-orang semacam ini di paksa mengabdi, ada yang dijadikan bantalan jalan, jembatan atau di siksa hingga merintih-rintih minta pertolongan sampai waktu yang tidak di tentukan (mungkin hingga hari kiamat-red).

Ironis sekali, orang-orang semacam ini telah tertipu oleh janji-janji manis yang berujung sesat dari bangsa jin Mereka telah dijebak untuk masuk kelingkarannya, yang kemudian percaya dan mengabdi kepada bangsa jin.
Siluman Penguasa Pantai Utara

Kebanyakan dari masyarakat tanah Jawa khususnya pesisir pantai utara pasti kenal dengan ratu siluman penguasa laut utara, Dewi Lanjar. Hingga sampai sekarangpun namanya masih melegenda dan berpengaruh terutama di wilayah Pekalongan, Batang hingga Banajrnegara.

Konon menurut cerita rakyat yang tidak tentu kebenarannya, Dewi Lanjar semula bernama Dewi Rara Kuning yang di tinggal mati suaminya ketika masih pengantin baru, karena itu dinamakan Dewi Lanjar (lanjar berarti janda kembang). Karena hidupnya merana ia memutuskan untuk pergi keselatan menghadap dan memohon Ratu Kidul (Penguasa Pantai Selatan) dengan cara bertapa hingga raganya moksa (lenyap). Pada suatu hari ruh Dewi Lanjar bersama jin - jin diperintahkan untuk mengganggu dan mencegah Raden Bahu yang sedang membuka hutan Gambiren (kini letaknya disekitar jembatan anim Pekalongan dan desa Sorogenen) tetapi karena kesaktian Raden Bahu, semua godaan Dewi Lanjar dan jin - jin dapat dikalahkan bahkan tunduk kepada Raden Bahu. Karena Dewi Lanjar gagal maka memutuskan tidak kembali ke Pantai Selatan, dan memohon ijin kepada Raden Bahu untuk dapat bertempat tinggal dan mendirikan istana siluman di Pekalongan dengan pengawal dua wanita cantik Sri Lorensa dan Sri Lopaka.


Konon letak keraton Dewi Lanjar dipantai Pekalongan disebelah sungai Slamaran. Suasana keraton hampir mirip dengan kehidupan alam manusia. Menurut Drs Subiyanto selaku kabag Humas Pemkab Pekalongan ketika di temui Furqon di kantornya menuturkan, bahwa disitu juga ada yang membatik, nelayan hingga trandsaksi jual beli di pasar yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu saja. Untuk memikat manusia pemalas dan tidak beriman, dengan aura kecaantikan, kharisma serta kelembutan nada bicaranya, Dewi Lanjar “membuka” Bank Ghaib dengan agunan nyawa manusia untuk dijadikan tumbal sebagi abdinya  
sumber : http://jalurpesugihan.blogspot.com/2012/03/pesugihan-dewi-lanjar-pantai-utara.html

LEGENDA RATU PANTAI UTARA PEKALONGAN

LEGENDA RATU PANTAI UTARA PEKALONGAN


Dewi Lanjar sampai sekarang masih merupakan legenda yang hidup didalam masyarakat dan masih berpengaruh dalam jiwa masyarakat terutama di Pekalongan. Dalam segala peristiwa sering kali dihubungkan dengan Dewi Lanjar, apabila ada anak yang sedang bermain-main dipantai hilang tentu mereka berpendapat bahwa si anak itu dibawa Dewi Lanjar. Dan bilamana dapat diketemukan kembali tentulah si anak menyatakan dirinya tersesat disuatu daerah atau suatu kraton yang penghuni-penghuninya juga seperti kita-kita ini. Mereka mempunyai kegiatan membatik, berdagang, menukang, nelayan dan lain-lain yang tidak ubahnya seperti didalam kota saja. Daerah tersebut dikuasai oleh seorang Putri yang cantik ialah Dewi Lanjar.

Diceritakan pada jaman dahulu di suatu tempat Kota Pekalongan hiduplah seorang putri yang sangat cantik jelita, sampai sekarang masih menjadi pembicaraan penduduk, tempat yang terkenal dengan nama Dewi Rara Kuning. Adapun tempat tinggalnya tiada dapat diketahui secara pasti.

Dalam menempuh gelombang hidupnya Dewi Rara Kuning mengalami penderitaan yang sangat berat, sebab dalam usia yang sangat muda ia sudah menjadi janda. Suaminya meninggal dunia setelah beberapa waktu melangsungkan pernikahannya. Maka dari itulah Dewi Rara Kuning kemudian terkenal dengan sebutan Dewi Lanjar. ( Lanjar sebutan bagi seorang perempuan yang bercerai dari suaminya dalam usia yang masih muda dan belum mempunyai anak ). Sejak ditinggal suaminya itu Dewi Lanjar hidupnya sangat merana dan selalu memikirkan suaminya saja. Hal yang demikian itu berjalan beberapa waktu lamanya, tetapi lama kelamaan Dewi Lanjar sempat berpikir kembali bahwa kalau dibiarkan demikian terus akan tidak baik akibatnya. Maka dari itulah ia kemudian memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya, merantau sambil menangis hatinya yang sedang dirundung malang.

Tersebutlah, perjalanan Dewi Lanjar sampai disebuah sungai yaitu sungai Opak. Ditempat ini kemudian bertemu dengan Raja Mataram bersama Mahapatih Singaranu yang sedang bertapa ngapung diatas air di sungai itu. Dalam pertemuan itu Dewi Lanjar mengutarakan isi hatinya serta pula mengatakan tidak bersedia untuk menikah lagi. Panembahan Senopati dan Mahapatih Singoranu demi mendengar tuturnya tergaru dan merasa kasihan. Oleh karena itu dinasehatinya agar bertapa di Pantai Selatan serta pula menghadap kepada Ratu Kidul. Setelah beberapa saat lamanya, mereka berpisahan serta melanjutkan perjalanan masing-masing, Panembahan dan Senopati beserta patihnya melanjutkan bertapa menyusuri sungai Opak sedangkan Dewi Lanjar pergi kearah Pantai Selatan untuk menghadap Ratu Kidul.

Dikisahkan bahwa Dewi Lanjar sesampainya di Pantai Selatan mencari tempat yang baik untuk bertapa. Karena ketekunan dan keyakinan akan nasehat dari Raja Mataram itu akhirnya Dewi Lanjar dapat moksa ( hilang ) dan dapat bertemu dengan Ratu Kidul.

Dalam pertemuan itu Dewi Lanjar memohon untuk dapat menjadi anak buahnya, dan Ratu Kidul tiada keberatan. Pada suatu hari Dewi Lanjar bersama jin - jin diperintahkan untuk mengganggu dan mencegah Raden Bahu yang sedang membuka hutan Gambiren ( kini letaknya disekitar jembatan anim Pekalongan dan desa Sorogenen tempat Raden Bahu membuat api ) tetapi karena kesaktian Raden Bahu, yang diperoleh dari bertapa Ngalong ( seperti Kalong / Kelelawar ), semua godaan Dewi Lanjar dan jin - jin dapat dikalahkan bahkan tunduk kepada Raden Bahu. Karena Dewi Lanjar tiada berhasil menunaikan tugas maka ia memutuskan tidak kembali ke Pantai Selatan, akan tetapi kemudian memohon ijin kepada Raden Bahu untuk dapat bertempat tinggal di Pekalongan. Oleh Raden Bahu disetujui bahkan pula oleh Ratu Kidul. Dewi Lanjar diperkenankan tinggal dipantai utara Jawa Tengah terutama di Pekalongan. Konon letak keraton Dewi Lanjar terletak dipantai Pekalongan disebelah sungai Slamaran. ( Sumber Kantor Pariwisata & Kebudayaan )
sumber : http://wikimapia.org/2309268/Pantai-Slamaran-Legenda-DEWI-LANJAR-Penguasa-Laut-Pantai-Utara-Jawa-Kota-Batik-Pekalongan

DUA HARI DI ALAM LELEMBUT DEWI LANJAR

DUA HARI DI ALAM LELEMBUT DEWI LANJAR


Penulis sekaligus adallah pelaku langsung peristiwa yang tidak masuk akal ini. Selama dua hari dia tak sadarkan diri. Sementara itu, dia merasa telah berada di alam lelembut Dewi Lanjar. Bagaimana hal musykil ini bisa terjadi...?
Pagi itu, Selasa, 3 Mei 2005. Aku mengajak temanku pergi ke Pantai Slamaran yang berada di Kabupaten Pekalongan. Bukan untuk berdarmawisata, tapi untuk menjalankan sebuah ritual dari guruku. Sesuai dengan pesan dan ajaran guruku, sifat ritual yang aku lakukan ini memang harus selalu berendam di air laut tatkala menjalankannya.
Pantai Slamaran sendiri begitu cocok dijadikan sebagai tempat ritual, sebab sejak dulu pantai ini sudah aku kenal, tatkala aku sering main ke rumah saudaraku yang berada di Panjang Wetan, Pekalongan. Dengan alasan itulah aku menjadikannya sebagai ajang ritual khususku, yang memang sangat aku rahasiakan.
Di samping air laut serta pasirnya yang bersih, masyarakat di sekitar pantai ini pun sangat ramah tamah kepada setiap orang yang berkunjung. Karena itu tak heran jika kawasan pantai ini selalu dipadati pengunjung, terutama di hari libur.
Dengan alasan menghindari keramaian, maka aku sengaja memilih hari Selasa untuk datang ke pantai legendaris itu. Aku pun memililihnya pas tengah hari, ketika panas matahari menyengat, dan membuat orang enggan berada di sekitar pantai.
Ketika itu pas pukul sebelas siang aku dan temanku sampai di tempat tujuan. Angin laut yang semilir seolah menyambut kedatangan kami. Teriknya sinar mentari pun langsung terasa memanggang tubuh kami. Suasana pantai tampak sangat sepi. Hanya ada beberapa orang nelayan yang lalu lalang, atau sibuk merajur jaring.
Ombak datang silih berganti menambah indahnya Pantai Slamaran di siang nan terik itu. Air laut tampak berkilauan diterpa sinar mentari. Sambil menghilangkan rasa lelah karena perjalanan jauh, kami mampir di sebuah warung makan sambil menanyakan rumah kontrakan yang bisa disewa barang beberapa hari. Beruntung, si pemilik warung memberi tahu keberadaan rumah yang memang biasa dikontrakkan.
Setelah aku mendapat informasi tentang rumah kontrakan itu, aku langsung mendatangi pemiliknya. Tawar menawar pun terjadi dan akhirnya aku jadi mengontrak rumah tersebut.
Sesudah ditunjukkan tempat kontrakannya, aku jadi kaget. Kontrakan itu hanya sebuah bilik dari bambu tanpa kamar dan di dalamnya sudah banyak orang sebelum kami datang. Yang membuatku sangat kesal, laki-laki dan perempuan bercampur jadi satu di rumah sederhana itu.
Sialan! Aku memaki sendiri. Pikirku, sudah mahal sekali bayarnya, tempat hanya bilik seperti ini, dan orangnya juga sudah berjubel. Karena telanjur, aku pun harus menerimanya dengan hati mendongkol. Namun, lain kali tentu saja aku harus lebih berhati-hati.
Sambil menekan kejengkelan, aku bersama temanku aku langsung berbaur dengan orang-orang yang semula tidak aku ketahui apa maksudnya berkumpul di gubuk tersebut. Namun, dari beberapa obrolan mereka yang sempat terdengar, aku akhirnya jadi tahu semuanya. Yang punya kontrakan gubuk reot itu ternyata adalah juru kunci yang konon bisa mencari pinjaman dana gaibnya Dewi Lanjar. Dan, orang-orang tersebut berkumpul adalah untuk kepentingan yang sangat nyeleneh ini.
Aku dan temanku hanya geleng-geleng kepala. Namun yang tak habis kupikirkan, beberapa di antara mereka ada yang menyebut dirinya pernah berhasil dalam ritual gaib itu. Mungkinkah? Pertanyaan ini sungguh tak dapat aku pecahkan.
Tanpa mempedilukan aktivitas orang-orang itu, malam harinya, sekitar pukul 11.30 wib, dengan ditemani kawanku, aku mulai melakukan ritual yakni dengan berendam di pinggir Pantai Slamaran. Dinginnya air laut sangat terasa ke seluruh tubuhku. Ombak laut silih berganti menerpa sampai ke wajahku.
Semakin malam ombak kian bertambah besar. Air pun mulai pasang. Namun, kupertahankan posisiku agar tak oleng dari posisi duduk semula yang membentuk sikap bersemedi. Namun, diluar dugaan ombak laut semakin besar, dan air pasang kian meninggi. Dadaku terasa sesak akibat silih bergantinya ombak yang menerjangku.
Lama kelamaan kepalaku pusing, pandanganku pun berkunang. Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi. Entahlah, mungkin aku tenggelam diseret ombak dan air pasang yang kian meninggi. Yang pasti, di saat aku tak sadarkan diri, seolah-olah aku dijemput dua orang yang bertubuh tinggi kekar dengan seragam ala prajurit keraton.
Kejadiannya begitu cepat. Kedua orang prajurit itu membawaku masuk ke sebuah istana yang sangat megah. Di dalam istana yang penuh pernak-pernik barang antik, ratusan prajurit dan dayang-dayang menyambutku dengan senyum penuh keramah-tamahan. Setelah memasuki beberapa ruangan dan melewati barisan prajurit, hulubalang, serta dayang-dayang yang seluruhnya seperti takjim padaku, akhirnya aku sampai dis ebuah ruangan yang jauh lebih indah dari yang lainnya. Di tempat inilah aku dihadapkan kepada sosok yang disapa sebagai Ibu Ratu. Dian adalah wanita yang sangat cantik dengan tubuh sentosa. Penampilannya terlihat sangat agung dengan mahkota bertatahkan intan berlian yang bertengger indah di kepalanya.
Kharisma serta kelembutan nada bicara Ibu Ratu seakan membuat seisi istana patuh dan sangat menghormatinya. Begitu pun yang kurasakan. Sekujur tubuhku serasa merinding saat mendengar nada suaranya yang merdu bak buluh perindu.
Setelah menghaturkan sembah ke Ibu Ratu, dua prajurit tadi mengajakku keliling istana. Dari satu tempat ke tempat yang lain.
Di tengah jalan aku bertemu dengan dua gadis cantik yang kemudian kuketahui bernama Sri Lorenza dan Sri Lopaka. Mereka berdua pun akhirnya ikut mendampingku jalan-jalan mengeliling berbagai tempat nan permai.
Akhirnya, tibalah aku bersama empat orang lainnya ke sebuah bangunan yang dikelilingi oleh sebuah sungai dengan air gemerlap. Setiap empat penjuru sungai ini terdapat satu jembatan menuju pintu masuk.
Saat akan melewati salah satu jembatannya, aku sangat terkejut. Betapa tidak! Yang menjadi pijakan jembatan tersebut bukan aspal atau bahan kayu lainnya, melainkan tubuh orang-orang yang diikat kepala serta kakinya. Mereka dijejerkan saling berlawanan arah, sehingga terhampar sedemikian rupa. Yang membuatku terkejut, semua orang yang menjadin alas jembatan itu masih dalam keadaan hidup.
Bergidik dan nger aku dibuatnya, hingga aku tak sanggup meneruskan langkahku. Melihat keterkejutanku, Sri Lorenza cepat-cepat memberi isyarat padaku untuk meneruskan perjalanan sampai ke bangunan yang ada di seberang sungai. Karena aku masih berdiri terpaku, gadis berlesung pipit itu akhirnya mengapit tanganku dan segera mengajak melangkah. Setelah itu, kami berlima menapakai jembatan yang terbuat dari anyaman tubuh manusia itu.
Seperti tak ada masalah, keempat orang itu menginjak satu demi satu orang-orang yang menjadi alasan jembatan, seakan mereka tak punya rasa kasihan sedikitpun. Dengan risih aku pun terus mengikuti langkah mereka. Ketika itulah dengan jelas aku mendengar dari mulut orang-orang itu jeritan yang sangat histeris. Ya, mereka menahan rasa sakit yang tak terperi. Ini juga jelas terlihat dari raut muka mereka yang tampak sedemikian menderita.
Sesampainya di ujung jembatan, aku menghentikan langkahku. Dengan sedikit memberanikan diri aku bertanya pada Sri Lorenza; "Sri Lorenza, apa yang menjadi penyebabnya hingga mereka semua diikat dan disiksa seperti itu?".
"Mas, itu semua orang-orang serakah dimasa hidupnya. Mereka semua minta kekayaan pada Ibu Ratu dan ibunda pun memberikannya. Tetapi, setelah mereka jaya, semua tak mengakui pemberian tersebut. Karena itu mereka akhirnya disiksa seperti itu," jelas Sri Lorenza.
Aku terbengong-bengong mendengar, sampai akhirnya gadis itu mengajakku, "Bila kau ingin tahu segalanya, ayo masuk ke dalam bangunan itu!"
Aku hanya mengikuti saja. Kami sama-sama melangkah ke arah bangunan yang dimaksud Sri Lorenza. Di depan pintunya kulihat dua penjaga yang bertampang brewok dan sangar. Begitu melihat kedatangan kami, mereka langsung membuka daun pintu. Terdengar suara berderit yang memecah keheningan. Lalu, apa yang terjadi?
Aku benar-benar tak kuat melihat pemandangan yang ada di dalam bangunan itu. Ratusan orang disiksa dengan sadisnya. Tubuh mereka tampak berdarah-darah, bahkan ada yang bola matanya pecah. Bekas cambuk tergores diseluruh badan mereka, darah menetes di sela luka menganga.
"Sri Lorenza, mengapa mereka disiksa seperti itu? Apa pula kesalahan mereka hingga tiada maaf untuk memperbaikinya?" Dengan suara gemetar aku kembali bertanya.
"Sudah terlambat bagi mereka untuk meminta maaf. Semasa hidupnya, mereka semua pemuja Ibunda Dewi Lanjar. Setelah ibunda memberi kekayaan, mereka semua meninggalkan kewajiban ibadah kepada Allah, berhaji, serta bersedekah. Mereka hanya mau enaknya saja tanpa mau bekerja, tanpa membantu orang susah, inginnya selalu berfoya-foya hingga ibunda marah dan menyiksanya seperti yang kau lihat saat ini," Siri Lorenza menjelaskan.
Disaat aku sedang berbincang dengan Sri Lorenza, tiba-tiba dari kerumunan orang yang tengah disiksa, datang seorang nenek-nenek dengan badan bersimbah darah, serta baju yang robek-robek akibat cambukan para algojo.
Nenek itu mendekatiku sambil berkata, "Nak, tolonglah. Nenek sudah tak kuat. Nenek pingin mati saja, Nenek jera minta pesugihan. Tolonglah, Nak!"
Aku hanya tergagap-gagap mendengar permohonan si nenek. Sebelum sempat kubuka mulutku, tiba-tiba datang seorang algojo bertubuh perkasa yang langsung menarik paksa rambut si nenek menuju tempat penyiksaan. Nenek itu terjungkal. Tangisan serta raungannya membuatku tak sadarkan diri lagi. Ya, tiba-tiba pandanganku menjadi gelap gulita. Tanah yang kupijak pun seperti bergetar hebat, seolah ada gempa....
Apa yang nampak di depan mataku selanjutnya sungguh sesuatu yang sulit diterima akal sehat. Setelah aku siuman, kulihat di sekelilingku telah banyak orang dengan raut muka cemas memandangku yang terbaring lemah.
"Ada apa ini?" aku bertanya pada mereka.
"Alhamdulillah, kau sudah sadar!" kata Marwan, temanku yang selalu setia menyertaiku perjalananku.
"Memangnya aku ini kenapa?" aku kembali bertanya.
"Kau sudah tak sadarkan diri selama dua hari dua malam!" jawab Marwan.
Begitu kagetnya mendengar jawaban Marwan, sampai aku terduduk sambil memandang ke sekeliling. Aneh, aku tidak lagi berada di depan gedung tempat penyiksaan itu, melainkan di sebuah rumah yang sangat sederhana. Aku tak habis pikir, kurasa baru dua jam aku dibawa bangsa halus, tapi Marwan bilang sudah dua hari aku tak sadarkan diri.
Menurut Marwan, malam itu dia melihatku tenggelam. Karena itu dia segera mencebur ke luat dan berusaha menolongku. Beruntung, Marwan dapat menyeret tubuhku ke darat. Tapi, sejak kejadian itu aku tak sadarkan diri sampai dua hari lamanya.
Apa yang terjadi menimpaku di Pantai Slamaran, sungguh kenyataan yang sulit diterima akal sehat. Tapi, bagiku ini merupakan pengalaman yang sangat berharga sekali, yang sekaligus menjadi indikasi bahwa memang terdapat ruang gaib bagi mereka yang ingin melakukan pesugihan.
Akhirnya, semoga kiranya ceritaku ini bermanfaat. Pesanku, hendaknya kita selalu berhati-hatilah dalam menjalankan sebuah kehidupan nan fana ini.

sumber : http://kisahmistis.blogspot.com/2008/02/dua-hari-di-alam-lelembut-dewi-lanjar.html

Sejarah Kota Pekalongan

Sejarah Kota Pekalongan
Sejarah Kota Pekalongan - Kota Pekalongan, adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Batang di timur, serta Kabupaten Pekalongan di sebelah selatan dan barat. Pekalongan terdiri atas 4 kecamatan, yakni Pekalongan Barat, Pekalongan Utara, Pekalongan Timur, dan Pekalongan Selatan.
Kota ini terletak di jalur Pantura yang menghubungkan Jakarta, Semarang, Surabaya. Pekalongan berjarak 101 km sebelah barat Semarang, atau 384 sebelah timur Jakarta. Pekalongan dikenal mendapat julukan kota batik, karena batik Pekalongan memiliki corak yang khas dan variatif. Kota Pekalongan memiliki pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa. Pelabuhan ini sering menjadi transit dan area pelelangan hasil tangkapan laut oleh para nelayan dari berbagai daerah. Selain itu di Kota Pekalongan banyak terdapat perusahaan pengolahan hasil laut, seperti ikan asin, terasi, sarden, dan kerupuk ikan, baik perusahaan berskala besar maupun industri rumah tangga.
Transportasi di kota ini pun sudah cukup berkembang, karena terdapat terminal besar, stasiun, dan taksi. Makanan khas Pekalongan adalah megono, yakni irisan nangka dicampur dengan sambal bumbu kelapa. Makanan ini umumnya dihidangkan saat masih panas dan dicampur dengan petai dan ikan bakar sebagai menu tambahan.
Sejarah Kota Pekalongan terkenal dengan nuansa religiusnya karena mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Ada beberapa adat tradisi di Pekalongan yang tidak dijumpai di daerah lain misalnya: syawalan, sedekah bumi, dan sebagainya. Syawalan adalah perayaan tujuh hari setelah lebaran dan sekarang ini disemarakkan dengan pemotongan lopis raksasa yang memecahkan rekor MURI oleh wali kota untuk kemudian dibagi-bagikan kepada pengunjung.
Kota Pekalongan membentang antara 6º50’42”–6º55’44” LS dan ‎‎109º37’55”–109º42’19” BT. Berdasarkan koordinat fiktifnya, Kota Pekalongan ‎membentang antara 510,00 – 518,00 Km membujur dan 517,75 – 526,75 Km ‎melintang. Jarak terjauh dari Utara ke Selatan mencapai ± 9 Km, sedangkan dari ‎Barat ke Timur mencapai ± 7 Km. Batas wilayah administrasi Kota Pekalongan ‎yaitu:‎

Utara Laut Jawa
Selatan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang
Barat Kabupaten Pekalongan
Timur Kabupaten Batang

Kota Pekalongan terbagi atas 4 (empat) Kecamatan yang terbagi lagi menjadi 47 kelurahan dengan luas keseluruhan mencapai 45,25 Km² atau sekitar 0,14 % dari luas wilayah Jawa Tengah.

sumber : http://lintas-tulisan.blogspot.com/2013/06/sejarah-kota-pekalongan.html

SEJARAH KABUPATEN PEKALONGAN


Banyak sumber mengatakan bahwa Pekalongan mulai dikenal setelah Bahurekso bersama anak buahnya berhasil membuka Hutan Gambiran/Gambaran, atau dikenal pula Muara Gambaran. Hal ini terjadi setelah Bahurekso gagal didalam penyerangan ke Batavia, bersama anak buahnya kembali ke Pantai Utara Jawa Tengah, namun secara sembunyi-sembunyi, sebab kalau diketahui oleh Pemerintah Sultan Agung pasti ditangkap dan dihukum mati. Sehingga terus melakukan yang disebut TAPA-NGALONG. Dari sinilah muncul prediksi-prediksi berkaitan dengan istilah PEKALONGAN.
Menurut penuturan R. Basuki (Putra Almarhum R. Soenarjo keturunan Bupati Mandurorejo) ; nama Pekalongan berasal dari istilah setempat HALONG - ALONG yang artinya hasil. Jadi Pekalongan disebut juga dengan nama PENGANGSALAN yang artinya pembawa keberuntungan. Sehingga prediksi Topo Ngalong itu hanya gambaran/sanepo yang mempunyai maksud siang hari sembunyi, malam hari keluar untuk mencari nafkah.

Beberapa benda peninggalan sejarah yang berada di daerah Kabupaten Pekalongan berupa Yoni dan Lingga dan bukti peninggalan yang lain seperti:
1. Lingga/ Yoni yang berada di Desa Telagapakis Kecamatan Petungkriyono.
2. Yoni yang berada di Dukuh Gondang Desa Telogohendro wilayah Kecamatan Petungkriyono.
3. Lingga yang berada di Dukuh Mudal Desa Yosorejo wilayah Kecamatan Petungkriyono
4. Lingga/ Yoni yang berada di Dukuh Parakandawa Desa Sidomulyo Kecamatan Lebakbarang.
5. Yoni yang berada di Dukuh Pajomblangan Kecamatan Kedungwuni
6. Yoni yang berada di Dukuh Kaum Ds. Rogoselo Kecamatan Doro.
7. Yoni yang berada di Desa Batursari Kecamatan Talun.
8. Archa Ghanesha yang berada di Desa Kepatihan Kecamatan Wiradesa.
9. Archa Ganesha yang berada di Desa Telogopakis Kecamatan Petungkriyono
10. Batu lumpang yang berada di Desa Depok Kecamatan Lebakbarang.
11. Batu Lumpang yang berada di Dukuh Kambangan di Desa Telogopakis Kecamatan Petungkriyono dan sebagainya.

 Masa-masa awal perkembangan Pekalongan tidak banyak disebut dan sumber-sumber asing baik Portugis maupun Belanda , seperti dalam Reis Journalen, Suma Oriental (Tome Pires, 1994), Scheep togt van Tristanto d'acunha (Pieter Van Der Aa, 1706) The Voyager of Jonh Huygen van Linschouten to the east Indies ( A.C Burnell dan P.A Tiele, 1884). Nama Pekalongan dan data historisnya dapat ditelusuri  dalam Babad Tanah Jawa, Babad Mataram, Serat Khandaning Ringgit Purwo, Serat Pustaka Raja  Purwo, Babad Sultan Agung , Dagh Register (1623 - 1799) , Opkomst Van Het Nederlandsch gezag in Oost Indie ( J.K.J de Jonge  & M.L  Van Deventer , eds; 1862 - 1909, 13 jilid ), laporan VOC lainnya, laporan Pemerintah Hindia Belanda, Buku-buku dan Publikasi lainnya seperti regering Almanak van Nederlandsch Indie (1820-1850) dan Oud end Nieuw Oost Indie (F. Valentijn) dan Sumber lainnya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948. Kabupaten Pekalongan adalah merupakan Daerah Otonom atau dengan istilah Swatantra.Hal ini ditandai pula dengan diundangkannya Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah pada : Hari Selasa Pon tanggal : 8 Agustus 1950 yang ditetapkan di Yogjakarta, oleh Pemangku Jabatan Sementara Presiden  Republik Indonesia  Menteri Dalam Negeri  SOESANTO TIRTOPRODJO dan  Menteri Kehakiman A.G.PRINGGO DIGDO.
Berdasarkan Undang - Undang tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan dibentuk bersama 28 daerah lain antara lain : Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Pati, Kudus, Djepara, Rembang, Blora, Banjumas, Tjilatjap, Purbalingga, Banjarnegara, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Kebumen, Boyolali, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar dan Wonogiri.
Keberadaan Kabupaten Pekalongan secara administratif berdiri sejak 3812 tahun yang lalu. Menurut Tiem Peneliti Sejarah Kabupaten Pekalongan muncul lima prakiraan tentang kapan Kabupaten Pekalongan itu lahir,yaitu: masa prasejarah, masa Kerajaan Demak, masa Kerajaan Islam Mataram, masa Penjajahan Hindia Belanda dan masa Pemerintahan Republik Indonesia.
Hari Jadi Kabupaten Pekalongan telah ditetapkan pada Hari Kamis Legi Tanggal 25 Agustus 1622 atau pada 12 Robiu'l Awal 1042 H pada masa pemerintahan Kyai Mandoeraredja, beliau merupakan Bupati yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo/ Raja Mataram Islam dan sekaligus sebagai Bupati Pekalongan I. Pembangunan Kabupaten Pekalongan sudah dilakukan sejak zaman Pemerintahan Adipati Notodirdjo (1879 -1920 M) di komplek Alun-alun utara no 1 Kota Pekalongan, bangunan tersebut merupakan rumah  bagi para Bupati Pekalongan sekaligus sebagai tempat aktivitas perangkat pemerintahan.

Proses pemindahan Ibukota Kabupaten Pekalongan diawali dengan peresmian sekaligus penggunaan Gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Pekalongan di Kajen oleh Bupati Drs. H Amat Antono pada tanggal 25 Agustus 2001, kepindahan itu merupakan salah satu tonggak sejarah sebagai momen diawalinya Kajen sebagai Ibukota Kabupaten Pekalongan.
Banyak sumber mengatakan bahwa Pekalongan mulai dikenal setelah Bahurekso bersama anak buahnya berhasil membuka Hutan Gambiran/Gambaran, atau dikenal pula Muara Gambaran. Hal ini terjadi setelah Bahurekso gagal didalam penyerangan ke Batavia, bersama anak buahnya kembali ke Pantai Utara Jawa Tengah, namun secara sembunyi-sembunyi, sebab kalau diketahui oleh Pemerintah Sultan Agung pasti ditangkap dan dihukum mati. Sehingga terus melakukan yang disebut TAPA-NGALONG. Dari sinilah muncul prediksi-prediksi berkaitan dengan istilah PEKALONGAN.
Menurut penuturan R. Basuki (Putra Almarhum R. Soenarjo keturunan Bupati Mandurorejo) ; nama Pekalongan berasal dari istilah setempat HALONG - ALONG yang artinya hasil. Jadi Pekalongan disebut juga dengan nama PENGANGSALAN yang artinya pembawa keberuntungan. Sehingga prediksi Topo Ngalong itu hanya gambaran/sanepo yang mempunyai maksud siang hari sembunyi, malam hari keluar untuk mencari nafkah.

Beberapa benda peninggalan sejarah yang berada di daerah Kabupaten Pekalongan berupa Yoni dan Lingga dan bukti peninggalan yang lain seperti:
1. Lingga/ Yoni yang berada di Desa Telagapakis Kecamatan Petungkriyono.
2. Yoni yang berada di Dukuh Gondang Desa Telogohendro wilayah Kecamatan Petungkriyono.
3. Lingga yang berada di Dukuh Mudal Desa Yosorejo wilayah Kecamatan Petungkriyono
4. Lingga/ Yoni yang berada di Dukuh Parakandawa Desa Sidomulyo Kecamatan Lebakbarang.
5. Yoni yang berada di Dukuh Pajomblangan Kecamatan Kedungwuni
6. Yoni yang berada di Dukuh Kaum Ds. Rogoselo Kecamatan Doro.
7. Yoni yang berada di Desa Batursari Kecamatan Talun.
8. Archa Ghanesha yang berada di Desa Kepatihan Kecamatan Wiradesa.
9. Archa Ganesha yang berada di Desa Telogopakis Kecamatan Petungkriyono
10. Batu lumpang yang berada di Desa Depok Kecamatan Lebakbarang.
11. Batu Lumpang yang berada di Dukuh Kambangan di Desa Telogopakis Kecamatan Petungkriyono dan sebagainya.

 Masa-masa awal perkembangan Pekalongan tidak banyak disebut dan sumber-sumber asing baik Portugis maupun Belanda , seperti dalam Reis Journalen, Suma Oriental (Tome Pires, 1994), Scheep togt van Tristanto d'acunha (Pieter Van Der Aa, 1706) The Voyager of Jonh Huygen van Linschouten to the east Indies ( A.C Burnell dan P.A Tiele, 1884). Nama Pekalongan dan data historisnya dapat ditelusuri  dalam Babad Tanah Jawa, Babad Mataram, Serat Khandaning Ringgit Purwo, Serat Pustaka Raja  Purwo, Babad Sultan Agung , Dagh Register (1623 - 1799) , Opkomst Van Het Nederlandsch gezag in Oost Indie ( J.K.J de Jonge  & M.L  Van Deventer , eds; 1862 - 1909, 13 jilid ), laporan VOC lainnya, laporan Pemerintah Hindia Belanda, Buku-buku dan Publikasi lainnya seperti regering Almanak van Nederlandsch Indie (1820-1850) dan Oud end Nieuw Oost Indie (F. Valentijn) dan Sumber lainnya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948. Kabupaten Pekalongan adalah merupakan Daerah Otonom atau dengan istilah Swatantra.Hal ini ditandai pula dengan diundangkannya Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah pada : Hari Selasa Pon tanggal : 8 Agustus 1950 yang ditetapkan di Yogjakarta, oleh Pemangku Jabatan Sementara Presiden  Republik Indonesia  Menteri Dalam Negeri  SOESANTO TIRTOPRODJO dan  Menteri Kehakiman A.G.PRINGGO DIGDO.
Berdasarkan Undang - Undang tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan dibentuk bersama 28 daerah lain antara lain : Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Pati, Kudus, Djepara, Rembang, Blora, Banjumas, Tjilatjap, Purbalingga, Banjarnegara, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Kebumen, Boyolali, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar dan Wonogiri.
Keberadaan Kabupaten Pekalongan secara administratif berdiri sejak 3812 tahun yang lalu. Menurut Tiem Peneliti Sejarah Kabupaten Pekalongan muncul lima prakiraan tentang kapan Kabupaten Pekalongan itu lahir,yaitu: masa prasejarah, masa Kerajaan Demak, masa Kerajaan Islam Mataram, masa Penjajahan Hindia Belanda dan masa Pemerintahan Republik Indonesia.
Hari Jadi Kabupaten Pekalongan telah ditetapkan pada Hari Kamis Legi Tanggal 25 Agustus 1622 atau pada 12 Robiu'l Awal 1042 H pada masa pemerintahan Kyai Mandoeraredja, beliau merupakan Bupati yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo/ Raja Mataram Islam dan sekaligus sebagai Bupati Pekalongan I. Pembangunan Kabupaten Pekalongan sudah dilakukan sejak zaman Pemerintahan Adipati Notodirdjo (1879 -1920 M) di komplek Alun-alun utara no 1 Kota Pekalongan, bangunan tersebut merupakan rumah  bagi para Bupati Pekalongan sekaligus sebagai tempat aktivitas perangkat pemerintahan.

Proses pemindahan Ibukota Kabupaten Pekalongan diawali dengan peresmian sekaligus penggunaan Gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Pekalongan di Kajen oleh Bupati Drs. H Amat Antono pada tanggal 25 Agustus 2001, kepindahan itu merupakan salah satu tonggak sejarah sebagai momen diawalinya Kajen sebagai Ibukota Kabupaten Pekalongan.
sumber : http://abidatulwahidahh.blogspot.com/

daerah doro pelabuhan pekalongan tempo dulu

daerah doro pelabuhan pekalongan tempo dulu


Pekalongan Masa Abad XII – XIV Masehi
Pertumbuhan penduduk dan pemukiman
mengikuti proses perkembangan dari lingkungan
alam yang berubah-ubah. Diketahui bahwa
Pekalongan pada abad ke XI Masehi sudah dikenal

sebagai kota pelabuhan yang disebut
Poe-Chue-Lang. Dan letak pelabuhan yang ada di
Doro atau Jou-tung (bahasa Cina yang artinya
lembah) sama dengan Doro yang artinya lembah
dalam bahasa Sansekerta. Sejarah Pekalongan
pada masa abad XI hingga abad XIV Masehi hampir dapat dikatakan gelap, tak ada sumber-
sumber yang dapat dijadikan petunjuk untuk
mengetahui perkembangan budaya masyarakat
Pekalongan. Berita Cina tentang Che-Poe (Jawa)
pada masa peralihan dari Dinasti T’ang ke
Dinasti Sung tahun 960 – 1279 tak banyak menceritakan secara rinci tentang kota-kota
pelabuhan di Jawa yang berhubungan dengan
perniagaan dan pemerintahan kerajaan yang di
seberang. Kronik tempatan satu-satunya yang
berhubungan dengan kerajaan di Pekalongan
pada abad XI kita peroleh dari naskah sunda dalam Cariosan Prabu Siliwangi. Naskah tersebut
menyebutkan bahwa pada tahun 1133 dan 1533
raja-raja dari Kerajaan Pajajaran telah
mengadakan hubungan persekutuan dengan raja
Ponggang, Singapura, Sumedang, Kawali, Panjalu,
Pekalongan dan Blambangan. Nama Pekalongan telah memberikan petunjuk
adanya suatu pemerintahan kerajaan meskipun
kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan Ponggang,
Singapura, Sumedang, semuanya berada di Jawa
Barat (Sunda). Kecuali Panjalu, Blambangan dan
Pekalongan yang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada abad XI kerajaan yang dapat
dikatakan berkembang hingga menguasai pantai
Jawa adalah Panjalu yang berkuasa pada tahun
1178 dan Jenggala (Blambangan). Berkat
kemenangan Raja Jayabaya, Kerajaan Panjalu
dapat dipersatukan kembali. Kerajaan Sunda yang berdiri pada abad XI Masehi dan telah
mengadakan persekutuan dengan raja Jawa
Tengah seperti kerajaan Pekalongan dan Panjalu
di Jawa Timur adalah kerajaan Galuh Pajajaran,
yang berada di sekitar Ciamis dan Majalengka.
Raja Sunda Pajajaran yang hidup pada masa abad XI sejaman dengan Panjalu di Jawa Timur adalah
Raja Bingba Sora. Raja tersebut berkuasa sebelum
pemerintahan Raja Wastu Kencana, neneknda
Prabu Siliwangi. Nama Bingba Sora yang
diperdewakan sebagai raja Pertapa dalam
prasasti Kawali Nomor 4 disebut “Sang Hyang Lingga Bingba” atau Sang Hyang Lingga Hyang
(prasasti Kawali Nomor 5). Frederick dan Pleyth
yang membaca isi prasasti tersebut tidak
menemukan angka tahun pembuatan. Namun ia
mengatakan bahwa bahwa Sang Hyang Lingga
Hyang adalah simbol keagamaan mereka sebagai raja penganut Hindu-Budha Tantrayana
yang diperdewakan sebagai Dewata. Raja Bingba
yang menjelang akhir hayatnya menjadi pertapa
dan meninggalkan putra yaitu Arya Banga dan
Ciung Wanara telah menguasai sebagian dari
wilayah Jawa Tengah sebelah selatan-barat. Kisah Arya Banga dan Ciung Wanara sangat
dikenal oleh masyarakat Sunda maupun Jawa
Tengah. Yang perlu dipertanyakan di mana letak
kerajaan Pekalongan dan siapa raja yang
memerintah Pekalongan pada tahun 1133 Masehi.
Tak ada sumber informasi yang lebih akurat mengenai sejarah Pekalongan pada masa abad
XII Masehi kecuali dari naskah sunda tersebut di
atas. Namun melihat dari struktur masyarakat
yang melukiskan situasi masa Pekalongan kuno
sejak awal masa pra sejarah hingga masa
Mataram Kuno Jawa Tengah menunjukkan pusat- pusat pemerintahan kerajaan berada di wilayah
selatan di tepian pantai kuno Pekalongan. Sesuai
dengan perkembangan geomorfologi sebelum
terjadinya sedimentasi pemukiman dan kegiatan
masyarakat budaya Pekalongan berada di
selatan yang ditengarai sebagai pelabuhan. Di wilayah Doro, Kajen, Linggoasri, Kesesi,
Wonopringgo, adalah tempat bekas pemukiman
kuno yang meninggalkan artefak dan memiliki
indikasi dengan kehidupan masyarakat
Pekalongan kuno. Nama-nama yang memiliki
kaitan dengan bahasa Jawa Kuno, Melayu Kuno dan Sansekerta telah menunjukkan adanya
masyarakat yang dahulunya memiliki tradisi
yang kaitannya dengan tempat pemukiman masa
lalu.
Selain Doro yang pada masa Pekalongan kuno
memiliki indikasi sebagai pelabuhan kuno kerajaan Pekalongan pada tahun 1133 yang
disebutkan dalam naskah Cariosan Siliwangi
dimungkinkan terletak di wilayah Kajen. Nama
Kajen memiliki konotasi dari dua bahasa yaitu
bahasa Jawa Kuno dan Jawa Baru pada periode
abad XVI (Mataram Islam). Kajen dari asal kata Kahaji yang artinya milik raja atau boleh disebut
milik keluarga raja. Pada bahasa Jawa baru Kajen
memiliki kata sifat yang berarti aji (berharga)
terhormat. Kemudian mendapat tambahan en
yang menunjukkan sangat berharga atau sangat
terhormat. Jadi di dalam uraian yang lebih luas dapat dikatakan bahwa tanah (wilayah Kajen)
karena dahulunya sebagai tempat pemukiman
raja merupakan wilayah yang dijunjung tinggi
atau dihormati.
Barangkali sangat tepat apa yang dikatakan oleh
seorang narasumber bapak Suraji, ketika dimintai keterangan oleh pemerintah kabupaten
Pekalongan menunjuk Kajen sebagai pusat
pemerintahan kabupaten Pekalongan yang baru.
Sekarang ini Kajen kembali menjadi pusat
pemerintahan kabupaten Pekalongan yang sudah
1200 tahun sebelumnya pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Pekalongan.
sumber : http://www.persip.net/2012/01/daerah-doro-pelabuhan-pekalongan-tempo.html

Asal Usul Nama Kota Pekalongan

Asal Usul Nama Kota Pekalongan


Pada Tanggal 1 April kemarin Kota Pekalongan merayakan hari jadinya yang ke-105. Pada hari itu Kota Pekalongan bertransformasi dari ”sekadar” Kota Batik menjadi The World’s City of Batik. Sebagai kota yang memiliki banyak pengrajin batik, nama kota ini tidak sementereng Yogyakarta ataupun Solo. Pekalongan?
13019102351050907739
Kota Pekalongan adalah kota yang terletak di utara Pulau Jawa, berdekatan dengan kota Pemalang, Tegal dan Semarang. Kota ini memang kota yang tidak terlalu besar sehingga banyak orang sulit untuk mengetahui dimana tempatnya. Kota Pekalongan berada di propinsi Jawa Tengah yang beribukotakan Semarang. Sebagai kota yang berada di Propinsi Jawa Tengah bisa dipastikan penduduknya menggunakan bahasa Jawa sebagai penghubung komunikasinya sehari-hari. Bahasa Jawa logat Pekalongan agak sedikit berbeda dengan bahasa Jawa lain seperti Jogja atau Solo yang cenderung lebih halus.

Pekalongan, sebuah nama yang unik. Bagaimana asal usul nama kota ini? Nama Pekalongan berasal dari nama Topo Ngalongnya Joko Bau (Bau Rekso) putra Kyai Cempaluk yang dikenal sebagai pahlawan daerah Pekalongan. Di kemudian hari ia menjadi pahlawan kerajaan Mataram, yang konon ceritanya berasal dari Kesesi, Kabupaten Pekalongan. Suatu ketika, ia disuruh oleh pamannya Ki Cempaluk untuk mengabdi kepada Sultan Agung, raja Mataram. Joko Bau mendapat tugas untuk memboyong putri Ratansari dari Kalisalak Batang ke istana, akan tetapi Jaka Bau jatuh cinta pada putri tesebut.
Sebagai hukumannya Jaka Bau diperintah untuk mengamankan daerah pesisir yang terus diserang oleh bajak laut cina. Ia kemudian bersemedi di hutan gambiran, setelah itu Joko bau berganti nama menjadi Bau Rekso dan mendapat perintah dari Sultan Agung untuk mempersiapkan pasukan dan membuat perahu untuk membentuk armada yang kemudian melaksanakan serangan terhadap kompeni yang ada di Batavia ( 1628 dan 1629). Setelah mengalami kegagalan Bau Rekso memutuskan untuk kembali dan bertopo ngalong (bergelantung seperti kelelawar) di hutan gambiran. Di dalam tapanya tersebut tak ada satupun yang bisa mengganggunya termasuk Raden Nganten Dewi Lanjar (Ratu Segoro Lor) dan prajurit silumannya. Pada akhirnya, karena kekuatan goibnya yang luar biasa maka Dewi Lanjar pun bertekuk lutut dan akhirnya Dewi Lanjar dipersunting Joko Bau.
Satu-satunya yang bisa mengganggu topo ngalongnya Joko Bau adalah Tan Kwie Djan yang mendapat tugas dari Mataram, kemudian Tan Kwie Djan dan Joko Bau sowan ke Mataram untuk menerima tugas lebih lanjut. Dari asal topo ngalong inilah kemudian timbul nama Pekalongan. Munculnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad XVII pada era Sultan Agung dan dalam sejarah Bau Rekso dinyatakan gugur pada tanggal 21 September 1628 di Batavia dalam peperangan melawan VOC. Tempat topo ngalongnya Joko Bau tersebut dipercayai tempatnya berbeda-beda antara lain di Kesesi, Wiradesa, Ulujami, Comal, Alun-alun Pekalongan dan Slamaran.
Berbagai Asal Kata “Pekalongan”
Nama Pekalongan semula dari daerah Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Sejak jaman Majapahit nama Pekalongan sudah ada di daerah tersebut dan orang-orang di tempat itu pun banyak yang pindah ke lain tempat dan kemudian nama Pekalongan digunakan untuk nama sebuah kecamatan di kota Netro Lampung.
Kata Pekalongan, asal kata pek dan along. Kata pek artinya teratas, pak de (si wo), luru (mencari, apek) sedang kata along yang artinya halong dalam bahasa sehari-hari nelayan yang berarti dapat banyak. Kemudian kata Pek-Along artinya mencari ikan di laut dapat hasil. Dari Pek Halong kemudian menjadi A-PEK-HALONG-AN (Pekalongan). Okeh masyarakat Pekalongan sendiri kata Pekalongan dikromokan menjadi PENGANGSALAN (angsal = dapat). Kemudian dijadikan lambang Kota Pekalongan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Besar Pekalongan tertanggal 29 Januari 1957 dan diperkuat dengan Tambahan Lembaran Daerah Swatantra Tingkat 1 Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958 seri B Nomer 11 kemudian disahkan oleh Mentri Dalam Negeri dengan Keputusanya Nomer: Des./9/52/20 tanggal 4 Desember 1958 serta mendapatkan persetujuan Pengusaha Perang Daerah Tertorium 4 dengan surat Keputusannya, Nomer : KPTSPPD/ 00351/11/1958 tanggal 18 November 1958.
Kata Pekalongan, asal kata pek dan kalong. Kata kalong dalam bahasa Jawa dianggap berasal dari kata dasar elong artinya mengurangi, dan dalam bentuk pasif kalong yang berarti berkurang. Sementara kata pek atau amek, seperti yang tercermin dalam ungkapan kata amek iwak (menangkap ikan), diduga berkaitan dengan bahasa nelayan lokal. Adapun kata kalong bisa berarti pula sejenis satwa kelelawar besar yang secara simbolis diartikan sebagai kelompok rakyat kecil atau golongan orang tertentu yang suka keluar (untuk bekerja) dari rumah pada malam hari (nelayan).
Lambang Kota Praja Pekalongan tempo dulu yang disahkan pemerintah Hindia Belanda dengan “Keputusan Pemerintah“ (Gouvernements Besluit) Tahun 1931 Nomer 40 dan menurut keterangan Dirk Ruhl Jr dalam nama ”Pekalongan” berasal dari perkataan “along”, artinya banyak atau berlimpah-limpah, lancar, beruntung, berkaitan dengan penangkapan ikan (hasil laut) dengan menggunakan pukat tarik. Dengan demikian sesuai dengan motto yang tertulis dibawah perisai lambang Kota Praja Pekalongan (jaman doeloe) berarti : “pek” (pa)-alongan” yakni tempat ditepi pantai untuk menangkap ikan dengan lancar dengan menggunakan pukat tarik (jala).
Menurut Kyai Raden Masrur Hasan, keturunan Sunan Sendang yaitu R. Nur Rochmad di Sendangduwur Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, Pekalongan berasal dari istilah para santri kalong karena tidak bermukim di pesantren di bawah asuhan R. Joko Cilik yang akhirnya juga disebut sebagai mbah Mesjid
Dari asal kerajaan bernama “Pou-Kia-Loung” kemudian menjadi kata Pekalongan dan menurut naskah kuno Sunda dari akhir abad ke 16, koleksi perpustakaan “Bodlain” di Inggris. Di dalam naskah tersebut menceritakakan perjalanan “Bujangga Manik” orang pertama terpelajar dari Sunda, mengunjungi beberapa daerah di Pulau Jawa, diantaranya beberapa tempat di kawasan Brebes, Pemalang, Batang, dan Pekalongan. Kendati tidak singgah di Pekalongan namun dalam penuturan perjalanannya di empat daerah ini Sang Bujangga tidak lupa menyebut nama Pekalongan. Penyebutan nama Pekalongan dalam naskah Bujangga Manik tersebut dapat dipandang penyebutan nama Pekalongan paling tua dalam naskah pribumi.
Nama Kota Pekalongan ternyata juga disebut dalam sumber sejarah kuno asal Tiongkok pada dinasti Ming. Sumber ini menuturkan bahwa pada tahun ke tujuh masa pemerintahan “Kaisar- Siouenteh” (tahun masehi 1433) orang Jawa telah datang mempersembahkan upeti dan memberikan sebuah keterangan pertama jaman “Youen-Khang dari masa pemerintahan Kaisar Siouen-ti” dari dinasti Han. Di negeri mereka terapat tiga jenis penduduk. Pertama, orang-orang Tionghoa, bertempat tinggal untuk sementara waktu, pakaian dan makanan mereka bersih dan sehat. Kedua, para pedagang dari negeri-negeri lain yang telah lama menetap, mereka ini juga sopan santun dan bersih. Ketiga, adalah penduduk pribumi, yang yang dituturkan sangat kotor dan makan ular, semut dan serangga, perwujutannya gelap kehitam-hitaman. Satu hal yang aneh adalah karena mereka berpandangan sebagai kera dan berjalan dengan kaki telanjang. Jika ayah atau ibu mereka meninggal, mereka dibawa ke hutan belantara dan kemudian dibakar. Salah satu kerajaan mereka dinamakan “Pou-Kia-Loung”. Disamping itu ada orang yang menyebutnya Hie Kiang atau Choun-Ta. Menurut “Prof. D.G. Schlerel” dalam bukunya berjudul “Iets Omt ent De Betrikkinoen Der Chinezen Met Java, voornDe Komst Der Europennen Aldo“ termuat dalam majalah Tijdsct-ift voor Indische Taal Land-En Volkenkumdell, jilid XX Tahun 1873, yang dimaksud kerajaan “Pou-Kia-Loung“ dalam sumber sejarah dinasti “Ming” tersebut adalah Pekalongan.
Tetapi masih ada beberapa versi lain tentang terciptanya nama kota Pekalongan, yaitu sebagai berikut:
LEGOK KALONG
Dalam lakon Ketoprak yang pernah dipagelarkan di Pekalongan oleh Siswo Budoyo, lakonnya diambil dari hasil karya R.Soedibyo Soerjohadilogo, diantaranya mengisahkan peristiwa keberhasilan Joko Bau putra Kyai Cempaluk memenggal kepala JP Coon (VOC). Kepala tersebut dibawanya pulang untuk disowankan kepada Sultan Agung dan dalam perjalanan direbut oleh Mandurarejo. Karena tidak mempunyai cukup bukti maka Joko Bau bertapa kembali di daerah selatan Pekalongan. Dari kata Legok Kalong inilah kemudian timbul nama Pekalongan di desa “Legok Kalong” dari nama desa itu kemudian menjadi Pekalongan.
KALINGGA
Konon sebagian masyarakat Pekalongan beranggapan bahwa letak Kerajaan Kalingga adalah di desa Linggoasri, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan. Dari Kalingga inilah kemudian dihubungkan dengan kata Kaling, Keling, Kalang dan akhirnya menjadi Kalong. Akhirnya dari kata Kalong tersebut kemudian timbulah nama Pekalongan, karena Kerajaan Kalingga itu dikenal pada abad VI-VII, maka timbulnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad VI dan VII.
Kalong ( Kelelawar)
Pekalongan berasal dari kata Kalong (Kelelawar), karena di Pekalongan dulunya banyak binatang kelelawar/kalong, terutama di Kesesi tempat kelahiran Joko Bau putra Kyai Cempaluk. Dalam versi yang sama tetapi berbeda tempat, dikisahkan bahwa di sepanjang kali Pekalongan (Kergon), di tempat tersebut dulunya ada pohon slumpring dan banyak kelelawarnya begitu juga di Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan terdapat banyak pohon randu gembyang dan banyak dihuni kelelawarnya dan dijadikan pedoman bahwa daerah yang banyak dihuni kelelawar adalah daerah pantai. Dari banyaknya kelelawar (kalong) tersebut kemudian berubah menjadi nama Pekalongan. Nama pekalongan tersebut dikenal seputar abad ke XVII (jamannya Bau Rekso).
KALANG
Asal kata Pekalongan berasal dari kalingga dan berubah menjadi kata keling kemudian berubah lagi menjadi kalang. Kata kalang tersebut ada beberapa pengertian yaitu hilir mudik, nama sejenis ijan laut Cakalang, gelanggang, sekelompok, atau diasingkan ke/di selong. Didalam salah satu cerita rakyat daerah Pekalongan ada hutan/semaksemak yang banyak setan/siluman dan tempat tersebut sangat ditakuti oleh siapapun, kemudian tempat tersebut dipergunakan untuk pembuangan sebagai hukuman bagi orang–orang yang membangkang atau membahayakan pada kerajaan Mataram. Dari kata kalang tersebut kemudian menjadi Pekalongan.
Dari berbagai macam asal usul nama kota ini terbukti bahwa Kota Pekalongan telah lama berdiri sehingga tidak ada keraguan lagi untuk mengenalnya lebih dalam. Sejalan dengan rebrandingnya sebagai The World’s City of Batik maka Kota Pekalongan siap menyambut kedatangan Anda untuk menikmati “atmosfir” batik di kota ini.
1302072111703566600sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2011/04/04/asal-usul-nama-kota-pekalongan-353999.html

Jlamprang, Cuwiri, Garuda Madep, & Galaran Motive Well-Known Around the World

Jlamprang, Cuwiri, Garuda Madep, & Galaran Motive

Well-Known Around the World

  • pasar-batik-setono-32
Culinary :
• Megono,
Pekalongan special cuisine is called Megono which basic ingridients are young jackfruit and coconut. If the young jackfruit is difficult to obtain, bamboo shoots or buds can be used as an optional ingridient. In the past, Megono generally can only be found in lower-middle-class food stalls along the pantura street from Pekalongan to Batang. Young jackfruit which has been chopped into small pieces is boiled and then mixed with spices consisting of grated coconut and mashed herbs such as garlic, onion, chili, lime, galingale and salt. It is simple enough to serve it, just by pouring Megono onto therice. Though classified as common and simple dishes, Megono is worth to try. Have a nice time for a Megono experience!
• Soto Pekalongan (Clear soup)
Soto Pekalongan has a distinctive feature, as it uses tauco (fermented soybean) as its additional flavor. Special taste of tauco makes the soup flavor smell delicious. But for those who does not like the smell of tauco, this soup is still worth trying without it.
sumber : http://www.visitjawatengah.com/en/what-to-experience-in-jawa-tengah/categories/shopping-and-culinary/item/culinary-shopping-in-pekalongan-regency

Batik Pekalongan


Batik Pekalongan


Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana ciri khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat naturalis. Jika dibanding dengan batik pesisir lainnya Batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi pendatang keturunan China dan Belanda. Motif Batik Pekalongan sangat bebas, dan menarik, meskipun motifnya terkadang sama dengan batik Solo atau Yogya, seringkali dimodifikasi dengan variasi warna yang atraktif. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai hingga 8 warna yang berani, dan kombinasi yang dinamis. Motif yang paling populer di dan terkenal dari pekalongan adalah motif batik Jlamprang.
Batik Pekalongan banyak dipasarkan hingga ke daerah luar jawa, diantaranya Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Minahasa, hingga Makassar. Biasanya pedagang batik di daerah ini memesan motif yang sesuai dengan selera dan adat daerah masing-masing.
Keistimewaan Batik Pekalongan adalah, para pembatiknya selalu mengikuti perkembangan jaman . Misalnya pada waktu penjajahan Jepang, maka lahir batik dengan nama’Batik Jawa Hokokai’,yaitu batik dengan motif dan warna yang mirip kimono Jepang. Pada umumnya batik jawa hokokai ini merupakan batik pagi-sore. Pada tahun enampuluhan juga diciptakan batik dengan nama tritura. Bahkan pada tahun 2005, sesaat setelah presiden SBY diangkat muncul batik dengan motif ‘SBY’ yaitu motif batik yang mirip dengankain tenun ikat atau songket. Motif yang cukup populer akhir-akhir ini adalah motif Tsunami. Memang orang Pekalongan tidak pernah kehabisan ide untuk membuat kreasi motif batik.

sumber : http://batikpekalongan.wordpress.com/2007/11/23/batik-pekalongan/

Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik

Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik

Mengenal Berbagai Macam Jenis BatikBatik mempunyai  berbagai macam  jenis dan motifnya. Zaman dahulu, motif batik menandakan tingkat derajat pemakainya atau hanya untuk upacara-upacara tertentu saja. Namun kini, berbagai jenis motif batik bisa dipakai oleh siapa saja dan kapan saja. Apa saja jenis batik yang ada di Indonesia sekarang ini? Berikut beberapa contoh macam-macam Batik yang paling populer di kalangan masyarakat :
Batik Cuwiri
Batik Cuwiri merupakan motif batik yang menggunakan zat pewarna soga alam. Biasanya batik ini digunakan untuk semekan dan kemben, juga digunakan pada saat upacara mitoni. Motif batik ini kebanyakan menggunakan unsur meru dan gurda. Cuwiri sendiri memiliki arti kecil-kecil dan diharapkan untuk pemakainya pantas dan dihormati.
cuwiri 300x219 Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Cuwiri
Batik Kraton
Batik Kraton merupakana cikal bakal  dari semua jenis batik yang berkembang di Indonesia. Motifnya mengandung makna filosofi hidup. Batik-batik ini dibuat oleh para putri kraton dan juga pembatik-pembatik ahli yang hidup di lingkungan kraton. Pada dasarnya motifnya terlarang untuk digunakan oleh orang “biasa” seperti motif Batik Parang Barong, Batik Parang Rusak termasuk Batik Udan Liris, dan beberapa motif lainnya.
Kraton Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Kraton
Batik Sekar Jagad
Motif Sekar Jagad adalah salah satu motif batik khas Indonesia. Motif ini mengandung makna kecantikan dan keindahan sehingga orang lain yang melihat akan terpesona. Ada pula yang beranggapan bahwa motif Sekar Jagad sebenarnya berasal dari kata “kar jagad” yang diambil dari bahasa Jawa (Kar=peta; Jagad=dunia), sehingga motif ini juga melambangkan keragaman di seluruh dunia.
batik sekar jagad Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Sekar Jagad
Batik Pringgondani
Pringgondani sendiri merupakan  nama kesatriyan tempat tinggal Gatotkaca putera Werkudara. Motif ini biasanya ditampilkan dalam warna-warna gelap seperti biru indigo (biru nila) dan soga-coklat, serta penuh sulur-suluran kecil yang diselingi dengan naga.
pringgondani 300x179 Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Pringgondani
Batik Kawung
Yang menjadi ciri khas dari  motif Kawung adalah berpola bulatan mirip buah Kawung (sejenis kelapa atau kadang juga dianggap sebagai buah kolang-kaling) yang ditata rapi secara geometris. Kadang, motif ini juga diinterpretasikan sebagai gambar bunga lotus (teratai) dengan empat lembar daun bunga yang merekah. Lotus adalah bunga yang melambangkan umur panjang dan kesucian. Biasanya motif-motif Kawung diberi nama berdasarkan besar-kecilnya bentuk bulat-lonjong yang terdapat dalam suatu motif tertentu.
Kawung Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Kawung
Batik Sida Luhur
Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif yang banyak dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan demikian, motif-motif berawalan “sida” mengandung harapan agar apa yang diinginkan bisa tercapai. Motif Sida Luhur (dibaca Sido Luhur) bermakna harapan untuk mencapai kedudukan yang tinggi, dan dapat menjadi panutan masyarakat.
 Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Sida Luhur
Batik Sida Asih
Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif yang banyak dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan demikian, motif-motif berawalan “sida” mengandung harapan agar apa yang diinginkan bias tercapai. Makna dari motif Sida Asih (dibaca Sido Asih) adalah harapan agar manusia mengembangkan rasa saling menyayangi dan mengasihi antar sesama.
Motif Batik Sido Asih 300x172 Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Sido Asih
Batik Semen Rama
Penjelasan :  dimaknai sebagai penggambaran dari “kehidupan yang semi” (kehidupan yang berkembang atau makmur). Terdapat beberapa jenis ornamen pokok pada motif-motif semen. Yang pertama adalah ornamen yang berhubungan dengan daratan, seperti tumbuh-tumbuhan atau binatang berkaki empat. Kedua adalah ornament yang berhubungan dengan udara, seperti garuda, burung dan megamendung. Sedangkan yang ketiga adalah ornament yang berhubungan dengan laut atau air, seperti ular, ikan dan katak. Jenis ornament tersebut kemungkinan besar ada hubungannya dengan paham Triloka atau Tribawana. Paham tersebut adalah ajaran tentang adanya tiga dunia; dunia tengah tempat manusia hidup, dunia atas tempat para dewa dan para suci, serta dunia bawah tempat orang yang jalan hidupnya tidak benar/dipenuhi angkara murka.
Semen Rama Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Semen Rama
Batik Sida Mukti
Sida Mukti meruapakan motif batik yang biasanya terbuat dari zat pewarna soga alam. Biasanya digunakan sebagai kain dalam upacara perkawinan. Unsur motif yang tekandung didalamnya adalah gurda. Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif yang banyak dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan demikian, motif-motif berawalan “sida” mengandung harapan agar apa yang diinginkan bias tercapai. Salah satunya adalah sida mukti, yang mengandung harapan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin.
Sido Mukti Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Sido Mukti
Batik Tambal
Tambal memiliki arti tambal bermakna menambal atau memperbaiki hal-hal yang rusak. Dalam perjalanan hidupnya, manusia harus memperbaiki diri menuju kehidupan yang lebih baik, lahir maupun batin. Dahulu, kain batik bermotif tambal dipercaya bisa membantu kesembuhan orang yang sakit. Caranya adalah dengan menyelimuti orang sakit tersebut dengan kain motif tambal. Kepercayaan ini muncul karena orang yang sakit dianggap ada sesuatu “yang kurang”, sehingga untuk mengobatinya perlu “ditambal”.
Tambal Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Tambal
Batik Petani
merupakan batik yang dibuat sebagai selingan kegiatan ibu rumah tangga di rumah di kala tidak pergi ke sawah atau saat waktu senggang. Biasanya batik ini kasar dan kagok serta tidak halus. Motifnya turun temurun sesuai daerah masing-masing dan batik ini dikerjakan secara tidak profesional karena hanya sebagai sambilan. Untuk pewarnaan pun diikutkan ke saudagar.
Petani Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Petani
Batik Sudagaran
Merupakan motif larangan dari kalangan keraton yang membuat seniman dari kaum saudagar untuk menciptakan motif baru yang sesuai selera masyarakat saudagar. Mereka juga mengubah motif larangan sehingga motif tersebut dapat dipakai masyarakat umum. Desain batik Sudagaran umumnya terkesan “berani” dalam pemilihan bentuk, stilisasi atas benda-benda alam atau satwa, maupun kombinasi warna yang didominasi warna soga dan biru tua. Batik Sudagaran menyajikan kualitas dalam proses pengerjaan serta kerumitan dalam menyajikan ragam hias yang baru. Pencipta batik Sudagaran mengubah batik keraton dengan isen-isen yang rumit dan mengisinya dengan cecek (bintik) sehingga tercipta batik yang amat indah.
Saudagaran 225x300 Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Saudagaran
Truntum
Kain ini dipakai oleh orang tua pengantin dalam upacara pernikahan. Truntum berarti menuntun, diharapkan sipemakai/orang tua mempelai mampu memberikan petunjuk dan contoh kepada putra-putrinya untuk memasuki kehidupan baru berumah tangga yang penuh liku-liku.Begini bentuk Modern Batik dengan Motif Truntum
Truntum Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Truntum
Ciptoning
Diharapkan pemakainya menjadi orang yang bijak, mampu memberikan petunjuk tentang keluhuran budi dari jalan yang benar sesuai dengan Yang Maha Kuasa
Ciptoning Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Ciptoning
Sido Mulyo
Bermakna dharma, kemakmuran dan melindungi buminya. Begini bentuk Modern Batik dengan Motif Sido Mulyo.
Sido Mulyo Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Sido Mulyo
Sido Mulyo Semen
Sido berarti terus-menerus, sedangkan mulyo berarti kecukupan dan kemakmuran. Diharapkan yang memakai batik ini diberikan kecukupan dan kemakmuran
Sido Mulyo Semen Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Sido Mulyo Semen
Wahyu Temurun
Diharapkan pemakainya selalu mendapatkan petunjuk dalam menghadapi kehidupan oleh Yang Maha Kuasa.
Wahyu Temurun Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Wahyu Temurun
Udan Liris
Udan liris berarti hujan gerimis, merupakan simbol kesuburan. Begini bentuk Modern Batik dengan Motif Udan Liris.
Udan Liris Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Udan Liris
Nitik
Diharapkan pemakai kain motif ini menjadi orang yang bijaksana.
Nitik Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Nitik
Parang
Parang berarti senjata, menggambarkan kekuasaan. Bahkan Jessica Alba memakai batik dengan Motif Parang .
Parang Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Parang
Batik Gringsing
Kata Gringsing adri motif ini berasal dari kat Gring yang artinya sakit dan sing yang artinya tidak. Oleh karena itu, arti dari motif ini adalah menolah segala penyakit.

Gringsing Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Gringsing
Grompol
Grompol dalam bahasa Jawa berarti berkumpul atau bersatu. Melambangkan harapan orang tua agar semua hal yang baik akan berkumpul, yaitu rejeki, kebahagiaan, kerukunan hidup, ketentraman untuk kedua keluarga pengantin. Selain itu, juga bermakna harapan supaya pasangan keluarga baru itu dapat berkumpul atau mengingat keluarga besarnya ke mana pun mereka pergi. Harapan yang lain agar semua sanak saudara dan para tamu akan berkumpul sehingga pesta pernikahan berjalan meriah.

batik Grompol 300x213 Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Grompol
Abimanyu
Abimanyu merupakan putra Arjuna (Pandawa). Ia akan mempunyai keturunan (Parikesit) yg akan menurunkan ksatria yg menjadi raja-raja Jawa. Motif ini menyiratkan harapan agar pemakainya dapat memiliki sifat sifat ksatria seperti sang Abimanyu.

batik abimanyu 300x199 Mengenal Berbagai Macam Jenis Batik
Motif Batik Abimanyu
Demikianlah macam macam motif Batik yang ada di bumi nusantara ini, saya kumpulkan dari berbagai sumber, dan cukup melelahkan mencarinya. Sebenernya masih ada beberapa motif lagi yang belum saya muat di sini. Mudah mudahan lain kali saya bisa memuat lebih banyak lagi motif batik sehingga bisa membantu anda untuk lebih mengenal corak dan ragam motif batik.

BERBAGAI JENIS BATIK DAN BAHANNYA

BERBAGAI JENIS BATIK DAN BAHANNYA


Bahan untuk membuat batik Madura adalah : kain. Anda bisa memilih kain sesuai selera. Intinya kain yang mahal akan memiliki harga yang mahal juga. Macam-macam kain yang sering dipakai sebagai media batik antara lain katun atau primis, organdi, sutera, ATBM, santio, sifon dan lain-lain.
solo
Batik Solo
Untuk membuat batik solo, peralatan yang diperlukan adalah : kain mori (bisa terbuat dari sutra, katun atau campuran kain polyester), pensil untuk membuat motif batik, canting yang terbuat dari bambu, berkepala tembaga serta bercerat atau bermulut, canting ini berfungsi seperti sebuah pulpen. Canting dipakai untuk menyendok lilin cair yang panas, yang dipakai sebagai bahan penutup atau pelindung terhadap zat warna. gawangan (tempat untuk menyampirkan kain), lilin, panci dan kompor kecil untuk memanaskan.
gumelem

Batik Gumelem

Bahan – bahan Batik
  1. Mori ( Jenis Prisma, Prima, Blaco, Sutera dll )
  2. Lilin Batik
  3. Zat pewarna ( Jenis Naptol, Garam Diazo, Rapid, Indigosol, Remasol, Prosion, Indrantren, Soga Koppel, Zat warna alam, dll )
  4. Obat pembantu ( TRO, Soda Abu, Soda Kostik, Natrium nitrit, Asam Clorida, Garam Dapur, Tawas, Waterglass, dll )
pekalongan
 Batik Pekalongan
Untuk membuat batik pekalongan, kita membutuhkan berbagai bahan dan peralatan yang seperti kain (bisa kain katun atau mori), pewarna, lilin yang digunakan melindungi bagian batik yang dicelupkan untuk tidak tercat, canting yang juga digunakan digunakan sebagai alat tulis, air untuk mencuci dan merebus, pemanas atau kompor dan panci untuk memanaskan kain yang sudah selesai dibatik  sehingga lilin bisa cair, wadah kecil seperti wajan kecil tempat warna yang digunakan untuk melukis (menulis)
bali
Batik Bali
. Mori kain bisa terbuat dari sutra katun atau campuran kain polyester
. Pensil
. Canting ini adalah untuk menciptakan desain menggunakan lilin
. Gawangan ini adalah tempat untuk menggantung kain saat Anda membuat desain
. Cairan lilin
. Kecil panci
. Kecil kompor untuk memanaskan lilin
. Pelarut pewarna

sumber : http://saimalimabanjarnegara.wordpress.com/tag/gambar-batik-dan-penjelasannya/